Banner

Gugatan Ditolak, Walhi Bengkulu 'Ngadu' ke KPK

Seputarhukum.com- Pasca putusan perkara perdata gugatan perbuatan melawan hukum  Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) terhadap PT. Kusuma Raya Utama Pertambang Batu Bara yang beroperasi di Kawasan Konservasi Taman Buru Semidang Bukit Kabu yang diduga melakukan Perusakan Kawasan Konservasi Taman Buru Semidang Bukit Kabu dan Hutan Produksi Semidang Bukit Kabu serta diduga melakukan Pencemaran Sungai Air Kemumu yang berkontribusi besar terhadap banjir di bagian tengah dan hilir di Tolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu, 9 Mei 2019 lalu, WALHI Bengkulu akan mengajukan upaya hukum banding.

Sebelum mengajukan upaya hukum banding,WALHI Bengkulu melaporkan adanya indikasi permainan hukum dalam persidangan tahap pertama pada Pengadilan Negeri Bengkulu dan melaporkan Indikasi kecurangan tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia.
Manager Kampanye Industri Ekstraktif WALHI Bengkulu, Dede Frastien mengatakan, adapun yang menjadi dasar laporan WALHI kepada KPK RI yakni adanya Indikasi Korupsi Sumber Daya Alam yang dilakukan oleh Gubernur Bengkulu, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan diduga melakukan Rekayasa Administrasi secara kolektif dengan merekayasa administrasi seperti surat menyurat dan dokumen-dokumen hukum terkait aktifitas pertambangan batu bara milik tergugat PT. Kusuma Raya Utama. Padahal dalam kenyetaannya setelah penggugat melakukan pemeriksaan setempat administrasi yang dihadirkan Para tergugat tidaklah sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Selanjutnya, diduga telah terjadi pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu dalam rangka pengawasan dan pengendalian perizinan dan merekayasa seluruh dokumen administrasi Hukum PT. Kusuma Raya Utama sehingga menyebabkan kerusakan dan lebih parahnya lagi menyebabkan terjadi banjir di kawasan kabupaten Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu.

Kemudian, telah terjadi perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi yang dikeluarkan oleh Gubernur Provinsi Bengkulu di dalam Kawasan Hutan Konservasi Taman Buru Semidang Bukit Kabu dan terdapat indikasi Korupsi Sumber Daya Alam.

Lalu, telah terjadi pemberian akses dan melakukan pembiaran pada Kawasan hutan konservasi Taman Buru Semidang Bukit Kabu untuk dilakukannya aktifitas pertambangan oleh BKSDAE Bengkulu-Lampung dan diduga telah terjadi kesengajaan untuk melakukan penurunan status kawasan Hutan Konservasi Taman Buru Semidang Bukit Kabu dan memberikan akses perizinan oleh Bupati Bengkulu Tengah.

Dede menambahkan selain hal tersebut WALHI Bengkulu juga menyampaikan permohonan pengawasan oleh Komisi Yudisial Republik Indonesia, karena WALHI Bengkulu menemukan beberapa Fakta dalam persidangan Tahap pertama di Pengadilan Negeri Bengkulu.

"Majelis Hakim mengabaikan hasil dari sidang pemeriksaan setempat, karena penggugat menemukan fakta-fakta lapangan terhadap kerusakan Kawasan Konservasi Taman Buru Semidang Bukit kabu dan Hutan Produksi Semidang Bukit kabu serta pencemaran limbah batu bara milik tergugat yang mengakibatkan kerusakan pada DAS air Bengkulu,"kata Dede, Jum'at (17/5/2019)

Berikutnya, sambung Dede, dalam putusan Majelis Hakim tidak objektif, karena objek pokok perkara dalam gugatan yang dilayangkan penggugat adalah Kawasan Konservasi Taman Buru Semidang Bukit kabu yang itu diakui oleh majelis hakim dalam putusannya, namun dalam pertimbangannya Majelis Hakim tidak mengakomodir dan/atau mengabaikan prinsip-prinsip Substansi Hukum lingkungan, proses, keadilan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup BAB II Prinsip-Prinsip Penataan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup.

Tidak hanya itu, pihaknya menilai Majelis Hakim dalam putusannya mengabaikan dan tidak memperimbangkan mandat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya serta Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, karena Majelis Hakim hanya melihat hasil audit dan administrasi hukum yang diduga direkayasa oleh Para Tergugat.

Panitera juga tidak objektif kepada Penggugat dalam memeriksa dan mengadili perkara a quo, karena kami melihat kuasa Hukum Tergugat memiliki kedekatan emosional dengan Majelis Hakim Pemeriksa Perkara A quo serta kami menganggap telah terjadi perubahan susunan majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo pada saat tahapan Kesimpulan dan Sidang Putusan.

"Harapan kami dalam Upaya hukum Banding nanti Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia dapat melakukan fungsi Pengawasan terhadap Pengadilan Tinggi Bengkulu serta Komisi Pemberantasan Korupsi dapat melakukan penyelidikan terhadap laporan yang disampaikan WALHI Bengkulu kepada Tergugat (PT. Kusuma Raya Utama), Gubernur Bengkulu, Bupati Bengkulu Tengah, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Bengkulu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BKSDAE Bengkulu Lampung, agar Proses pemeriksaan Dokumen upaya Hukum dapat berjalan maksimal dan Majelis hakim dapat memberikan rasa keadilannya demi kelestarian lingkungan hidup serta Provinsi Bengkulu dapat terhindar dari Bencana Ekologis berupa banjir,"Tutupnya (rls)

Editor : Mahmud Yunus


Posting Komentar

0 Komentar